Tulisan ini diilhami ketika aku berkunjung ke bengkel motor kymco di bilangan bintaro, jaksel. Ketika itu hari senin dan waktu telah menunjukkan pukul 18, cukup malam bagi sebuah bengkel resmi untuk buka. Ketika kulihat masih ada beberapa mekanik dan manajer yang kukenal masih ada, langsung aja kubelokkan motor memasuki halaman bengkel tsb.
Ngobrol-ngobrol sebentar, lalu ambil cemilan di warung "resmi" yang buka di halaman bengkel, sambil menikmati cemilan dan sebotol minuman soda, pembicaraan beralih ke topik mengapa motorku selalu dipuji mengkilap, kinclong, terawat dst.
Ibu pemilik warung, sebut saja ibu Slamet, memuji motorku lebih kinclong daripada motor yang ada di showroom. Dalam hati "bisa aja si ibu ini." Kujelaskan bahwa ini pengaruh dari shampoo motor yang kugunakan, bukan produk mahal tapi efektif untuk meninggalkan kesan mengkilap pada bodi. "Tapi bener ini memang keliatan dari perawatannya yang rajin ini kok," begitu balasnya. Tanpa perlu berbesar hati, aku hanya bersyukur bahwa masih bisa memiliki motor ini dan masih bisa merawat motor ini. "Tapi memang bener mas, seninya bukan punyanya, tapi merawatnya kan?" begitu kata ibu slamet.
Setelah panjang lebar membahas topik lain dan waktu telah menunjukkan pukul 20.30, tiba saatnya untuk pulang, dalam hati masih terfikir ucapan ibu tadi, "bukan memiliki tapi seni merawatnya..."
Setelah beberapa saat teringat ucapan tadi, lalu aku ingat sebuah kutipan kata pada film seri karya steven spielberg "taken", di situ seorang anak tk yang menjadi tokoh kunci berprolog; "life, is all maintenance..."
Motor itu sendiri adalah bentuk kepemilikan, kita memiliki motor. Kita menjaga motor ini supaya kita bisa tetap memiliki motor ini. Motor, perlu kita mandikan agar bersih. Bayar cicilan sekian kali sambil tetap menjaga agar motor tetap "jalan" sampai pada akhirnya cicilan lunas. Kita service dan ganti oli periodik agar mesin tetap terjaga sampai pada umur batas mesin. Kita belikan parts supaya saat kita kendarai motor itu bisa berjalan dengan baik dan tidak akan membuat kita celaka. Semua kita lakukan untuk menjaga kepemilikan motor tadi.
Motor adalah kendaraan, kita kendarai untuk mencapai tujuan kita, contoh ekstrim ke tempat mudik misalnya. Kita harus pastikan motor dalam keadaan baik dan yahud supaya perjalanan kita lancar dan sampai di udik dengan selamat.
Anggap saja motor seperti hidup kita. Kita hidup untuk mencapai tujuan, yaitu dalam batas usia kita di dunia, senantiasa sehat dan sejahtera, fisik dan mental, jasmani dan rohani dst. Segala yang kita pandang baik kita harapkan terjadi dalam hidup kita di dunia ini. Kesemua yang baik itu juga merupakan manifestasi dari keinginan yang lebih tinggi derajatnya yaitu "hidup" yang baik di dunia setelah kita mati, yaitu di akhirat.
Kita mengusahakan kebaikan di dunia semata mata minimal untuk kenyamanan di dunia, dan lebih sejatinya adalah sebagai bekal untuk kehidupan setelah kita mati. Seperti motor, kendaraan hidup kita adalah hidup itu sendiri. Dengan kita hidup, segala sesuatu bisa kita usahakan. Dalam kondisi setengah hidup alias koma, atau pingsan sekalipun, tak ada yang bisa kita usahakan di dunia ini, karena "kendaraan" kita sedang lumpuh atau tak mampu berjalan.
Hidup sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan, perlu dijaga. Perlu maintenance, entah rutinitas ataupun sesekali, tetap saja agar kendaraan ini tetap "berjalan" sampai waktunya habis. Paling tidak kendaraan ini kita jaga supaya waktu turun mesinnya lebih lama, atau tidak turun mesin sama sekali. Untuk mencapai tujuan kita perlu kendaraan yang bisa diandalkan, bisa kita kendarai dengan nyaman, tidak akan mencelakai diri, dan mampu membawa kita ke tujuan yang sesungguhnya. "...bukanlah hidup, seninya adalah menjaga hidup itu sendiri..."
Monday, February 05, 2007
Sunday, January 28, 2007
mencintai tapi tak memiliki
Inspirasi lagu, puisi, bahan perenungan, curhat, penyesalan dan lain lain, tapi apakah tak memiliki?
Dalam hidup ada kejadian yang disebut dengan kehilangan. Mengapa hilang? Berpindah tempatkah? Berpindah tangan dan kepemilikan kah? Meninggal dunia? Rusak? Hancur?
Semua di atas tetap saja sama rasanya, kehilangan...
Yang sering terjadi adalah bukan saat masih "memilikinya" tetapi saat "kehilangannya", menjadi penyakit jiwa bila masih tak bisa diatasi. Untuk itu mungkin paradigma berfikirnya yang harus dicermati.
Kita diciptakan karena cinta, pemberian Yang Maha Mencipta, Maha Memberi. Dengan kasih sayang orang tua kita (atau siapapun) membesarkan kita saat kecil karena cinta, tahu bahwa kita belum mampu untuk berjuang melestarikan pemberian hidup. Setelah besar kita berjuang untuk dalam penghidupan selalu sehat, nyaman, mengikuti perkembangan lingkungan dan masyarakat. Mencari ilmu untuk menjadi pintar, bekerja untuk menafkahi diri, mengembangkan sikap mental dan moral untuk menjadi manusia yang "baik". Seolah sadar bahwa dirinya akan mati, siapapun tentu menghendaki hal di atas kecuali jiwanya sudah terjangkit penyakit mental, yang buruk menjadi baik, yang busuk menjadi enak di mulutnya.
Bagi diri sendiri usaha-usaha di atas masih merupakan naluri untuk hidup, bagi yang tidak beragama sekalipun masih ada usaha untuk mempertahankan hidup walau bingung tujuannya untuk apa. Seperti binatang dan tumbuhan, bergerak otomatis mengikuti insting tumbuhnya, menjaga kelestarian sampai akhirnya dari generasi ke generasi punah karena hukum alam.
Cinta diri sendiri, bukan secara berlebihan, sehingga manusia bayi kelamaan menjadi manula dan meninggal, mempersembahkan cintanya pada dirinya di dunia kepada Yang Menitipkan Cinta berupa kehidupan. Ketika titipan kehidupan di dunia habis masa berlakunya, maka bagi orang lain menjadi "kehilangan".
Jika kita terbiasa memandang hidup itu sebagai masa di dunia, maka perasaan kehilangan itu ada karena sesuatu meninggalkan dunia "kita". Kehilangan barang, berarti barang itu sudah tidak ada dalam dunia "kecil" kita. Kehilangan pacar, berarti si pacar sudah tidak ada dalam jangkauan sayang kita walau tiap hari masih bertemu di kantor misalnya. Kehilangan seseorang karena ia meninggal dunia jauh lebih rumit, karena tidak ada hubungan yang bisa terjadi lagi dalam jangkauan panca indera kita.
Setelah kita mencinta sejenak, lalu kehilangan, apakah sempat kita memiliki? Entahlah apa jawabannya, perasaanlah yang bisa berkata tanpa perlu dinyatakan.
Karena kehilanganlah maka sifat memiliki itu hilang, walau cinta itu tidak hilang. Bentuk cinta yang beragam, cinta pada anak, cinta pada orang tua, cinta pada kekasih, cinta pada hobi, cinta pada Tuhan. Beragam dan bisa berubah-ubah. Cinta pada kekasih dapat berubah menjadi cinta pada saudara ketika feeling berubah. Cinta pada pada anak bayi akan berubah ketika si anak menjadi besar. Dimensi kehilangan yang tiap detik berubah tetap tidak akan memusnahkan cinta karena keabadiannya.
Cinta dan mencinta itu abadi, karena dititipkan oleh Yang Maha Mencintai...
Dalam hidup ada kejadian yang disebut dengan kehilangan. Mengapa hilang? Berpindah tempatkah? Berpindah tangan dan kepemilikan kah? Meninggal dunia? Rusak? Hancur?
Semua di atas tetap saja sama rasanya, kehilangan...
Yang sering terjadi adalah bukan saat masih "memilikinya" tetapi saat "kehilangannya", menjadi penyakit jiwa bila masih tak bisa diatasi. Untuk itu mungkin paradigma berfikirnya yang harus dicermati.
Kita diciptakan karena cinta, pemberian Yang Maha Mencipta, Maha Memberi. Dengan kasih sayang orang tua kita (atau siapapun) membesarkan kita saat kecil karena cinta, tahu bahwa kita belum mampu untuk berjuang melestarikan pemberian hidup. Setelah besar kita berjuang untuk dalam penghidupan selalu sehat, nyaman, mengikuti perkembangan lingkungan dan masyarakat. Mencari ilmu untuk menjadi pintar, bekerja untuk menafkahi diri, mengembangkan sikap mental dan moral untuk menjadi manusia yang "baik". Seolah sadar bahwa dirinya akan mati, siapapun tentu menghendaki hal di atas kecuali jiwanya sudah terjangkit penyakit mental, yang buruk menjadi baik, yang busuk menjadi enak di mulutnya.
Bagi diri sendiri usaha-usaha di atas masih merupakan naluri untuk hidup, bagi yang tidak beragama sekalipun masih ada usaha untuk mempertahankan hidup walau bingung tujuannya untuk apa. Seperti binatang dan tumbuhan, bergerak otomatis mengikuti insting tumbuhnya, menjaga kelestarian sampai akhirnya dari generasi ke generasi punah karena hukum alam.
Cinta diri sendiri, bukan secara berlebihan, sehingga manusia bayi kelamaan menjadi manula dan meninggal, mempersembahkan cintanya pada dirinya di dunia kepada Yang Menitipkan Cinta berupa kehidupan. Ketika titipan kehidupan di dunia habis masa berlakunya, maka bagi orang lain menjadi "kehilangan".
Jika kita terbiasa memandang hidup itu sebagai masa di dunia, maka perasaan kehilangan itu ada karena sesuatu meninggalkan dunia "kita". Kehilangan barang, berarti barang itu sudah tidak ada dalam dunia "kecil" kita. Kehilangan pacar, berarti si pacar sudah tidak ada dalam jangkauan sayang kita walau tiap hari masih bertemu di kantor misalnya. Kehilangan seseorang karena ia meninggal dunia jauh lebih rumit, karena tidak ada hubungan yang bisa terjadi lagi dalam jangkauan panca indera kita.
Setelah kita mencinta sejenak, lalu kehilangan, apakah sempat kita memiliki? Entahlah apa jawabannya, perasaanlah yang bisa berkata tanpa perlu dinyatakan.
Karena kehilanganlah maka sifat memiliki itu hilang, walau cinta itu tidak hilang. Bentuk cinta yang beragam, cinta pada anak, cinta pada orang tua, cinta pada kekasih, cinta pada hobi, cinta pada Tuhan. Beragam dan bisa berubah-ubah. Cinta pada kekasih dapat berubah menjadi cinta pada saudara ketika feeling berubah. Cinta pada pada anak bayi akan berubah ketika si anak menjadi besar. Dimensi kehilangan yang tiap detik berubah tetap tidak akan memusnahkan cinta karena keabadiannya.
Cinta dan mencinta itu abadi, karena dititipkan oleh Yang Maha Mencintai...
Tertib jalan raya, pandangan lain
Hari sabtu kemarin banyak pengendara motor yang berdemo memprotes kebijakan kepolisian yang memberlakukan peraturan motor di jalur kiri. Dalam hati, akhirnya meledak juga perasaan itu yang tanpa banyak rapat dan basa basi, sekumpulan pengendara motor menyuarakan protesnya di kawasan thamrin-sudirman.
Entah apa tanggapan orang tentang itu, tapi jelaslah perasaan para pengendara motor itu yang terkena oleh peraturan itu ; "mengapa hanya motor? mengapa angkot dan bis yang berhenti sembarangan tidak ditertibkan sehingga tidak menghalangi jalur kami? mengapa kendaraan pribadi roda 4 tidak mendapat perhatian (baca : tilang)?"
Sebuah gejala yang berulang di negeri kita, pelanggaran-pelanggaran kecil yang dibiarkan akhirnya menjadi masalah yang besar seperti penyakit kulit yang menjamur dan akhirnya sulit untuk dibasmi. PKL yang dibiarkan berjualan ketika sudah banyak akhirnya diusir, tetapi mana tindakan ketika mereka masih berjumlah 1-2 ? Lalu mengapa ada retribusi bila memang yang mereka tempati salah?
Ketika motor sudah menjamur dan merajalela baik jumlah maupun tertib jalan rayanya, mengapa tidak dari awal ditertibkan? Jika jalur kiri untuk kendaraan lambat termasuk motor "dikosongkan" tentulah ceritanya tidak sama seperti sekarang.
Saya teringat kasihan kalau melihat tukang cat marka jalan, rasanya hasil kerja mereka percuma saja, garis pembatas jalan harus lurus dan di tengah-tengah jalan raya, hanya dapat terlihat pada hari minggu! Karena hari-hari kerja tertutup oleh kendaraan terutama roda 4 kan?
Ukuran lebar jalan raya (bukan jalan komplek perumahan) sudah berstandar sehingga baik mobil maupun motor ada jarak aman, motor bisa dengan aman menyalip tanpa perlu memepet mobil. Lain halnya bila mobil berjalan tanpa peduli garis pembatas dan inilah mengapa motor berjalan kanan kiri, bukan karena kecepatannya lebih dari mobil.
Tanpa menghakimi, sekali lagi, peraturan adalah peraturan (kalau ada UU nya), bersandar pada diri masing-masing, apakah kita juga sudah cukup tertib?
Dan ingatlah, tertib jalan raya itu sebuah sumber amal buat kita, karena begitu banyak yang terbantu dengan tertibnya kita di jalan raya. Hitung-hitung mengumpulkan pahala receh untuk menutupi dosa-dosa...
Entah apa tanggapan orang tentang itu, tapi jelaslah perasaan para pengendara motor itu yang terkena oleh peraturan itu ; "mengapa hanya motor? mengapa angkot dan bis yang berhenti sembarangan tidak ditertibkan sehingga tidak menghalangi jalur kami? mengapa kendaraan pribadi roda 4 tidak mendapat perhatian (baca : tilang)?"
Sebuah gejala yang berulang di negeri kita, pelanggaran-pelanggaran kecil yang dibiarkan akhirnya menjadi masalah yang besar seperti penyakit kulit yang menjamur dan akhirnya sulit untuk dibasmi. PKL yang dibiarkan berjualan ketika sudah banyak akhirnya diusir, tetapi mana tindakan ketika mereka masih berjumlah 1-2 ? Lalu mengapa ada retribusi bila memang yang mereka tempati salah?
Ketika motor sudah menjamur dan merajalela baik jumlah maupun tertib jalan rayanya, mengapa tidak dari awal ditertibkan? Jika jalur kiri untuk kendaraan lambat termasuk motor "dikosongkan" tentulah ceritanya tidak sama seperti sekarang.
Saya teringat kasihan kalau melihat tukang cat marka jalan, rasanya hasil kerja mereka percuma saja, garis pembatas jalan harus lurus dan di tengah-tengah jalan raya, hanya dapat terlihat pada hari minggu! Karena hari-hari kerja tertutup oleh kendaraan terutama roda 4 kan?
Ukuran lebar jalan raya (bukan jalan komplek perumahan) sudah berstandar sehingga baik mobil maupun motor ada jarak aman, motor bisa dengan aman menyalip tanpa perlu memepet mobil. Lain halnya bila mobil berjalan tanpa peduli garis pembatas dan inilah mengapa motor berjalan kanan kiri, bukan karena kecepatannya lebih dari mobil.
Tanpa menghakimi, sekali lagi, peraturan adalah peraturan (kalau ada UU nya), bersandar pada diri masing-masing, apakah kita juga sudah cukup tertib?
Dan ingatlah, tertib jalan raya itu sebuah sumber amal buat kita, karena begitu banyak yang terbantu dengan tertibnya kita di jalan raya. Hitung-hitung mengumpulkan pahala receh untuk menutupi dosa-dosa...
Tuesday, January 16, 2007
alone in the crowd
kesendirian di tengah keramaian...
sebuah fenomena yang tanpa terasa makin banyak bila disimak, muncul di perkotaan...
seseorang yang merasakan sendiri walau di tengah pasar yang ramai sekalipun, sendiri di tengah jalan menunggu angkutan, sendiri di tengah taman menuntun anjingnya sambil sesekali menyeru nama anjingnya...
seseorang 'berdiri' dengan bangganya di rimba cyber, berkata-kata dengan ramainya pemikiran dan impiannya di dalam dunia fana dan virtual...
ada apa dengan dunia, mengapa interaksi sosial bergeser pada hal hal virtual? yang sunyi menjadi ramai, yang pendiam menjadi cerewet, dalam dunia yang tidak ada batas secara virtual...
apakah dunia virtual sudah lepas dari alam semesta manusia sosial? apakah malaikat tidak mampu menembus dunia ini?
apakah dunia nyata tidak bisa kita rasakan sebagai dunia virtual? apakah dunia nyata tidak seluas dunia tadi?
sesepi apapun dunia tetaplah ramai dengan ciptaan, semua punya bahasa, semua punya ciptaan...
lalu mengapa harus sendiri di tengah keramaian?
sebuah fenomena yang tanpa terasa makin banyak bila disimak, muncul di perkotaan...
seseorang yang merasakan sendiri walau di tengah pasar yang ramai sekalipun, sendiri di tengah jalan menunggu angkutan, sendiri di tengah taman menuntun anjingnya sambil sesekali menyeru nama anjingnya...
seseorang 'berdiri' dengan bangganya di rimba cyber, berkata-kata dengan ramainya pemikiran dan impiannya di dalam dunia fana dan virtual...
ada apa dengan dunia, mengapa interaksi sosial bergeser pada hal hal virtual? yang sunyi menjadi ramai, yang pendiam menjadi cerewet, dalam dunia yang tidak ada batas secara virtual...
apakah dunia virtual sudah lepas dari alam semesta manusia sosial? apakah malaikat tidak mampu menembus dunia ini?
apakah dunia nyata tidak bisa kita rasakan sebagai dunia virtual? apakah dunia nyata tidak seluas dunia tadi?
sesepi apapun dunia tetaplah ramai dengan ciptaan, semua punya bahasa, semua punya ciptaan...
lalu mengapa harus sendiri di tengah keramaian?
mahkota ibunda
di tengah padang rumput yang menghijau seorang bunga berdiri tegak dengan mahkotanya yang indah dan wangi semerbak...
dia hanya tersenyum ketika sepasang lebah hinggap dan bercengkerama di atas mahkotanya, menari nari dan mencabik cabik kelopak mahkotanya, dia berkata, terimakasih wahai lebah...
walau sakit tapi si bunga tetap tersenyum, merasakan dirinya dan hidupnya...
ketika si bunga melihat sekuncup bunga yang tumbuh di dirinya, dia berkata sambil meneteskan air mata, wahai anakku yang baru lahir, aku akan menjagamu dari panas dengan daun daunku, aku akan melindungimu dari binatang dengan duriku, aku akan menghidupimu dengan memberimu air dari diriku...
ketika si anak mulai membuka mata dan kelopaknya, memandang kearah ibunda, sang ibu berdoa, engkau harus tumbuh cantik anakku, biarlah ibu menjadi tua dan kuning asalkan kau tumbuh dengan indah...
si anak hanya tersenyum tak mengerti pandangan sayang ibunya...
ketika musim berganti dan kemarau tiba, ketika mahkota ibunda mulai layu, si anak berkata, mengapa ibu tidak minum? masaku akan tiba anakku, kelak kau mengerti mengapa aku tidak minum, tapi engkau anakku harus minum, biarlah ibu begini...
aku tidak mau ibu meninggalkanku, aku ingin ibu tetap menjagaku, apapun akan aku lakukan supaya ibu tetap di sisiku...
wahai anakku, satu yang bisa kau lakukan untukku, hidupkan lah aku di dalam dirimu, dengan demikian aku akan tetap disampingmu dan menjagamu, kata ibunda sambil membelai anaknya dengan daunnya yang keriput...
ketika masa itu tiba, ibunda yang sudah tua tersenyum dan memandang anaknya yang beranjak dewasa dengan matanya yang rabun, mahkotanya yang telah tanggal dan layu, dan si anak dengan berlinang air mata berkata, ibu, minumlah air ini terakhir kalinya, aku akan ingat pesan ibu...
terimakasih anakku, jagalah selalu mahkotamu...dengan diiringi tiupan angin padang rumput, ibunda jatuh dan lepas dari sisi anaknya, terbaring di tanah yang kering, diiringi tetesan air mata si anak melepas kepergian ibunya...
terimakasih ibu, aku akan selalu ingat pesan ibu, aku akan menghidupkanmu dalam diriku, dan aku akan selalu menjaga mahkotaku...
sekian lama dan musim berganti, melewati masa kering dan sekarang hujan, si anak telah beranjak dewasa, mahkotanya yang indah dan mewangi selalu basah ditetesi air hujan, berdiri tegak di antara kumpulan bunga bunga lain yang bermekaran dengan cantik...
ibu, aku melewati musim karena ingat pesan ibu, aku menjaga mahkotaku karena ingat pesan ibu, mahkotaku adalah mahkotamu juga, warnaku adalah warna darimu, wangi semerbakku adalah wangi dirimu ibu, walau kau telah pergi tapi aku masih melihat dirimu dalam diriku, karena itu aku tetap menjaga diriku...
karena engkau masih hidup dalam diriku aku telah mengerti apa yang harus aku lakukan hingga saatku nanti, karena itu aku harus hidup dan tumbuh dengan indah untukmu...
dan ketika musim berganti, padang rumput mulai dihiasi lebah yang beterbangan, si anak yang telah tumbuh dewasa tersenyum, aku telah melewati masa ini, saatku sudah berganti, aku telah mengerti pesanmu ibunda...
si anakpun tersenyum ketika sepasang lebah hinggap dan menari nari di atas mahkotanya, bertaburan serbuk bunga dan cabikan mahkota, diiringi tetesan air mata si anak yang jatuh ke atas rumput, seolah bayangan ibunda muncul di atasnya...
terimakasih ibu, engkau telah menyambung hidupku, sekarang aku telah menjadi seorang ibu...
dia hanya tersenyum ketika sepasang lebah hinggap dan bercengkerama di atas mahkotanya, menari nari dan mencabik cabik kelopak mahkotanya, dia berkata, terimakasih wahai lebah...
walau sakit tapi si bunga tetap tersenyum, merasakan dirinya dan hidupnya...
ketika si bunga melihat sekuncup bunga yang tumbuh di dirinya, dia berkata sambil meneteskan air mata, wahai anakku yang baru lahir, aku akan menjagamu dari panas dengan daun daunku, aku akan melindungimu dari binatang dengan duriku, aku akan menghidupimu dengan memberimu air dari diriku...
ketika si anak mulai membuka mata dan kelopaknya, memandang kearah ibunda, sang ibu berdoa, engkau harus tumbuh cantik anakku, biarlah ibu menjadi tua dan kuning asalkan kau tumbuh dengan indah...
si anak hanya tersenyum tak mengerti pandangan sayang ibunya...
ketika musim berganti dan kemarau tiba, ketika mahkota ibunda mulai layu, si anak berkata, mengapa ibu tidak minum? masaku akan tiba anakku, kelak kau mengerti mengapa aku tidak minum, tapi engkau anakku harus minum, biarlah ibu begini...
aku tidak mau ibu meninggalkanku, aku ingin ibu tetap menjagaku, apapun akan aku lakukan supaya ibu tetap di sisiku...
wahai anakku, satu yang bisa kau lakukan untukku, hidupkan lah aku di dalam dirimu, dengan demikian aku akan tetap disampingmu dan menjagamu, kata ibunda sambil membelai anaknya dengan daunnya yang keriput...
ketika masa itu tiba, ibunda yang sudah tua tersenyum dan memandang anaknya yang beranjak dewasa dengan matanya yang rabun, mahkotanya yang telah tanggal dan layu, dan si anak dengan berlinang air mata berkata, ibu, minumlah air ini terakhir kalinya, aku akan ingat pesan ibu...
terimakasih anakku, jagalah selalu mahkotamu...dengan diiringi tiupan angin padang rumput, ibunda jatuh dan lepas dari sisi anaknya, terbaring di tanah yang kering, diiringi tetesan air mata si anak melepas kepergian ibunya...
terimakasih ibu, aku akan selalu ingat pesan ibu, aku akan menghidupkanmu dalam diriku, dan aku akan selalu menjaga mahkotaku...
sekian lama dan musim berganti, melewati masa kering dan sekarang hujan, si anak telah beranjak dewasa, mahkotanya yang indah dan mewangi selalu basah ditetesi air hujan, berdiri tegak di antara kumpulan bunga bunga lain yang bermekaran dengan cantik...
ibu, aku melewati musim karena ingat pesan ibu, aku menjaga mahkotaku karena ingat pesan ibu, mahkotaku adalah mahkotamu juga, warnaku adalah warna darimu, wangi semerbakku adalah wangi dirimu ibu, walau kau telah pergi tapi aku masih melihat dirimu dalam diriku, karena itu aku tetap menjaga diriku...
karena engkau masih hidup dalam diriku aku telah mengerti apa yang harus aku lakukan hingga saatku nanti, karena itu aku harus hidup dan tumbuh dengan indah untukmu...
dan ketika musim berganti, padang rumput mulai dihiasi lebah yang beterbangan, si anak yang telah tumbuh dewasa tersenyum, aku telah melewati masa ini, saatku sudah berganti, aku telah mengerti pesanmu ibunda...
si anakpun tersenyum ketika sepasang lebah hinggap dan menari nari di atas mahkotanya, bertaburan serbuk bunga dan cabikan mahkota, diiringi tetesan air mata si anak yang jatuh ke atas rumput, seolah bayangan ibunda muncul di atasnya...
terimakasih ibu, engkau telah menyambung hidupku, sekarang aku telah menjadi seorang ibu...
Thursday, November 30, 2006
Batere handphone 2 tahun?
Minggu kemaren ini batere handphone alcatel ku mulai terasakan gejala ngedropnya. Satu hari berkurang satu setrip, biasanya 2 hari baru kurang satu setrip. Apa karena banyak urusan yang pake telp gitu pikir-pikir?
Terus temen2 banyak yang "protes" atas ke kukuh an ku memilih handphone merek ini, ALCATEL, "apa gak ada yang lain, kenapa harus pilih yang susah sparepartnya?"
Gak tau karena suka dengan sinyalnya yg gak pernah putus, tapi sejak pertama keluar di pameran di prancis (liat di html !), sudah jatuh hati pada si model ini. Begitu keluar di roxy, langsung ku telp si pembelinya dan langsung cash 2 jam kemudian. Jadi boleh di bilang aku tuh masuk 10 besar dalam kepemilikan OT 757 Alcatel ini... :)
Alasan beli selain sinyal dan jatuh hatinya, ya karena dalam radius 10 km gak ada yang punya !!! Rasanya males kalau liat orang lain sama hp nya dech hehehe...
Trus sparepart dan aksesoris gimana?
Ya gini aja sih, pertama alcatel ini desain prancis yang aku pikir sudah "finished" desainnya, jadi gak perlu pake aksesoris atau casing warna macam-macam, toh gak pernah ketemu orang yg pake hp sama jadi gak perlu minder karena masih casing warna pabrikan. Kedua standar kualitas yang terjaga membuat barang jarang rusak jadi gak perlu khawatir sparepart, ini terjadi pada Alcatel yang bukan massed production, maklum engga jor-joran dalam penjualan.
Lalu temen pernah tanya soal batere, kubilang, ada di roxy. Mahal ya? Ya kalau orisinil ya pasti lumayan. Lah kalau yg gak ori? Gak ada kubilang, ngapain beli yg gak ori tapi belum setahun udah jeprut!!! Buang-buang duit aja kan?
Jadi ceritanya kalau mau eksentrik beli barang yang gak umum, kenali dulu luar dalam barang tersebut, kenali komunitas dan penjualnya, kenali juga budget anda hehehe...
Singkat kata, kalau sudah 2 tahun batere hp mana yang gak soak apalagi selalu on 24 jam sehari?
Terus temen2 banyak yang "protes" atas ke kukuh an ku memilih handphone merek ini, ALCATEL, "apa gak ada yang lain, kenapa harus pilih yang susah sparepartnya?"
Gak tau karena suka dengan sinyalnya yg gak pernah putus, tapi sejak pertama keluar di pameran di prancis (liat di html !), sudah jatuh hati pada si model ini. Begitu keluar di roxy, langsung ku telp si pembelinya dan langsung cash 2 jam kemudian. Jadi boleh di bilang aku tuh masuk 10 besar dalam kepemilikan OT 757 Alcatel ini... :)
Alasan beli selain sinyal dan jatuh hatinya, ya karena dalam radius 10 km gak ada yang punya !!! Rasanya males kalau liat orang lain sama hp nya dech hehehe...
Trus sparepart dan aksesoris gimana?
Ya gini aja sih, pertama alcatel ini desain prancis yang aku pikir sudah "finished" desainnya, jadi gak perlu pake aksesoris atau casing warna macam-macam, toh gak pernah ketemu orang yg pake hp sama jadi gak perlu minder karena masih casing warna pabrikan. Kedua standar kualitas yang terjaga membuat barang jarang rusak jadi gak perlu khawatir sparepart, ini terjadi pada Alcatel yang bukan massed production, maklum engga jor-joran dalam penjualan.
Lalu temen pernah tanya soal batere, kubilang, ada di roxy. Mahal ya? Ya kalau orisinil ya pasti lumayan. Lah kalau yg gak ori? Gak ada kubilang, ngapain beli yg gak ori tapi belum setahun udah jeprut!!! Buang-buang duit aja kan?
Jadi ceritanya kalau mau eksentrik beli barang yang gak umum, kenali dulu luar dalam barang tersebut, kenali komunitas dan penjualnya, kenali juga budget anda hehehe...
Singkat kata, kalau sudah 2 tahun batere hp mana yang gak soak apalagi selalu on 24 jam sehari?
Subscribe to:
Posts (Atom)